BEPEKAT / PEKAT SEBAGAI DASAR PEMBERIAN SANKSI HUKUM ADAT PADA MASYARAKAT HUKUM ADAT DAYAK MUALANG DAN DAYAK DESA

Authors

  • Michell eko Hardian

DOI:

https://doi.org/10.51826/.v8i2.458

Abstract

Bepekat / Pekat dalam Hukum Adat adalah suatu kewajiban yang harus dijalani sebelum melakukan peradilan Adat yang menjadi dasar dari pemberian sanksi yang wajib dilakukan oleh Temenggung maupun Mantri adat sebagai hakim adat sebelum memberikan putusan pada persidangan adat yang berlaku di masyarakat suku Dayak Mualang dan suku Dayak Desa. Penelitian ini mengidentifikasi masalah sebagai berikut Bagaimana Bepekat / Pekat dapat menjadi dasar bagi pemberian sanksi pada hukum adat, bagaimana kekuatan dan keabsahan sanksi atas dasar bepekat / pekat tersebut berlaku serta bagaimana ketaatan penerima sanksi tersebut terhadap sanksi adat yang diputuskan yang berlaku pada masyarakat Dayak Mualang dan Dayak Desa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif atau studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini, dan pendekatan yuridis sosiologis (empiris) atau penelitian lapangan dengan metode deskriptif analisis, mengkaji dari pendapat dan tulisan para ahli sekaligus menguji teori tersebut terkait dengan Bepekat / Pekat pada hukum adat Dayak Mualang dan Dayak Desa. Hasil dari Penelitian ini adalah bahwa Bepekat / Pekat pada Masyarakat Dayak Mualang dan Dayak Desa adalah sebuah mekanisme yang wajib dilakukan sebelum mengambil keputusan, Bepekat/Pekat dapat diartikan sebagai musyawarah mufakat untuk menegoisasikan sesuatu guna dicapai kata sepakat. Dalam peradilan Adat Bepekat/Pekat menjadi sesuatu yang wajib dilakukan sebelum Temenggung / Mantri adat memberikan putusan dalam sidang adat memberikan sanksi bagi pelanggar hukum adat. Karena merupakan sebuah kewajiban, maka Bepekat / Pekat menjadi dasar hukum yang kuat, karena tujuan bepekat / pekat itu sendiri untuk mencari titik temu dan jalan tengah dimana dibicarakan sanksi yang akan dikenakan, berapa denda adat yang akan dikenakan, pantangan apa yang harus dipenuhi, kewajiban dan hak para pihak yang bersengketa dan pertimbangan lainnya guna diperoleh putusan yang seadil-adilnya berdasarkan Hukum adat yang dianut dan dipahai oleh komunitas masyarakat tersebut. Demikian pula ketaatan bagi penerima sanksi (pelanggar hukum adat), ada pepatah Dayak Mualang dan Desa yang mengatakan “Betungkat ke adat basa bepegai ke Pengatur Pekara” adalah merupakan legitimasi untuk mentaati apapun putusan yang sudah ditetapkan oleh Pengatur Pekara (yang berwenang) dalam hal ini Hakim yaitu Temenggung / Mantri adat, ketidak taatan terhadap hukum adat selain berupa sanksi sosial “pengucilan” juga dipercaya dapat mengakibatkan bencana (bala) baik berupa penyakit (badi) hingga kematian maupun halhal lain yang mistis yang berakibat bagi yang bersangkutan dan keluarganya. Sehingga sampai saat ini keputusan Temenggung / Mantri adat masih di taati oleh masyarakat Adat yang meyakininya. Simpulan dari penelitian ini adalah Bepekat / Pekat menjadi sebuah mekanisme yang wajib dijalankan dalam peradilan adat pada Suku Dayak Mualang dan Dayak Desa sebagai wujud kebersamaan dan kegotong royongan, musyawarah mufakat sebagaimana corak hukum adat di Indonesia itu sendiri. Bahwa semua keputusan yang dilakukan oleh orang yang berwenang dalam hal ini Temenggung dan Mantri Adat wajib ditaati dan menjadi pegangan dan dalam tingkatan tertinggi sebagai hukum yang mengikat seluruh masyarakat dalam komunitas Dayak Mualang dan Dayak Desa dimaksud.

References

Amiruddin & Zainal asikin, 2012, “Pengantar

Metode Penelitian Hukum”, Raja Grafindo

Persada Jakarta.

Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang,

, Pengantar Ke Filsafat Hukum,

Jakarta, Kencana Prenada Media Group, UUD 1945 dan Amandemennya Untuk

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995, Jakarta, Pelajar dan Umum, Tim Grasindo

Balai Pustaka,. Peraturan Daerah (PERDA) Kabu-

Harjati Sri, Soelistyowati, dkk, 2018 “ paten Sintang No. 12 Tahun 2015 tentang

Bahan Ajar Hukum Adat” Jakarta Kencana. Pengakuan dan Perlindungan Kelembagaan

Hajati, Sri Soelistyowati, dkk 2019, “Bahan Adat dan Masyarakat Hukum Adat

Ajar Hukum Adat”, Prenadamedia Peraturan Daerah (PERDA) Kabupat-

Group, Jakarta. en Sekadau Nomor 8 Tahun 2018 tentang

Hadikusuma , Hilman, 2014, “Pengantar Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat

Ilmu Hukum Adat Indonesia Hukum Adat

Edisi Revisi”, CV Mandar Maju, Cetakan Sumber Internet

III, Bandung. https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_

Ramli, Samsul dan Fahrurrazi, 2014, “Bacaan Mualang, Orang Buah Kana.

Wajib Swakelola Pengadaan Barang/ Jasa”,. https://kbbi.web.id/musyawarah

Jakarta, Visimedia Pustaka,. https://id.wikipedia.org/wiki/Dayak_Mualang#

Rato, Dominikus, 2015 “Hukum Perkawinan https://brwa.or.id/wa/view/

dan Hukum Waris Adat di Indonesia Y2JaRFhwRU00QkE.

(Sistem Kekerabatan, Perkawinan, dan https://www.hukumonline.com/klinik/detail/

Pewarisan menurut Hukum Adat)”, ulasan/lt5d2bf896f3ec3/kedudukan- keputusan-

Yogyakarta Laksbang Pressindo. pengadilan-adat/#_ftn3.

Soekanto, Soerjono, 2006. “Pengantar Penelitian

Hukum”, Universitas Indonesia, Jakarta

Struss. Anselm, Juliet Corbin, “Dasar-Dasar

Penelitian Kualitatif (Prosedur, Teknik dan

Teori Grounded)”, Bina Ilmu, Sura- baya.

Soeroso, R., 2006, “Pengantar Ilmu Hukum”,

cet. ke-8, Jakarta, Sinar Grafika,

Wursanto,1987. Etika Komunikasi Kantor, Yogyakarta,

Kanisius

Undang - Undang

Published

01/12/2021

Citation Check