PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DAN KEARIFAN LOKAL
DOI:
https://doi.org/10.51826/fokus.v16i2.209Abstract
Pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan masih menerapkan, Peraturan Menteri Kehutanan
P.64/Menhut-II/2013 tentang pemanfaatan air dan energy air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam kemudian ditindaklanjuti melalui Surat Edaran No: SE,I
IIV-PJLKHLI 2014 tentang Izin Pemanfaatan (IPA) dan izin pemanfaatan energi air (IPEA) serta
pertimbangan teknis untuk permohonan izin usaha pemanfaatan air (IUPA) dan izin usaha pemenfaatan
energi air (IUPEA) di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam,
serta Peraturan Daerah No 20 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten masih bersifat
mengakomodir zona pemanfaatan di kawasan taman wisata alam Bukit Kelam. Pemerintah dominan
dalam perannya, dan sarat mengatur hak negara dubandingkan masyarakat lokal dalam pengelolaan
kawasan. Prinsip keselarasan antara kepentingan sosial, lingkungan hidup, ekonomi jauh dari asas
keadilan maupun kelestarian. Pengelolaan sumberdaya air didukung oleh potensi sumberdaya alam,
lingkungan sosial dan budaya sangat baik dan terbuka. Faktor penghambat pengelolaannya seperti:lingkup
batas kawasan dengan pemukiman tidak diakui masyarakat, karena pemetaan batas sepihak. Model
kebijakan yang ideal dalam pengelolaan sumberdaya air adalah inkremental yaitu mengedepankan sebuah
keputusan diambil didasari hasil kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak partisipan.
Masyarakat menghendaki dibuatnya peraturan bersama berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal
menerapkan pola 70 % hasil retribusi air menjadi hak desa diperuntukan untuk pembangunan berbagai
infrastruktur, dan 30 % disetorkan kepada kas daerah.
Downloads
Download data is not yet available.
Downloads
Published
11-02-2019
Issue
Section
Artikel